Makalah Sains Dan Teknologi
- Berbicara mengenai sains dan teknologi pasti sangatlah menarik untuk
terus diulas dan diteliti, terlebih lagi buat sobat sobat yang memang
gemar menelusuri sejarah dari sains dan teknologi itu sendiri.
Menelusuri sejarah peradaban kaum Muslim sama artinya dengan membuka
kembali lembaran-lembaran sejarah yang menggambarkan kemajuan yang
pernah diperoleh oleh generasi kaum Muslim terdahulu. Zaman keemasan
kaum Muslim saat itu dikenal dengan sebutan The Golden Age. Pada saat
itu, kaum Muslim berhasil mencapai puncak kejayaan sains dan ilmu
pengetahuan yang memberikan kemaslahatan yang amat besar bagi peradaban
umat manusia pada umumnya.
Penting dicatat The Golden Age terjadi ketika
umat Islam masih memiliki Khilafah Islamiyah, negara tempat mereka
bernaung. Pada masa itu, berbagai cabang sains dan teknologi
lahir. Sains dan teknologi yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh
peradaban-peradaban sebelum Islam mampu digali, dijaga, dikembangkan,
dan dijabarkan, secara sederhana oleh kaum Muslim. Sains dan teknologi
tersebut kemudian diwariskan kepada generasi dan peradaban modern serta
turut memberikan andil yang amat besar bagi proses kebangkitan kembali
(renaissance) bangsa-bangsa Eropa.
Bisa dikatakan, kebangkitan kembali
bangsa Eropa yang memicu proses industrialisasi besar-besaran di Eropa
dan Amerika tidak akan muncul jika para pionir Eropa tidak belajar
kepada kaum Muslim. ‘Berkah’ Perang Salib yang berkecamuk hampir selama
dua abad antara kaum Muslim dan Eropa yang Kristen telah membuka mata
bangsa Eropa terhadap kemajuan
sains dan teknologi yang dimiliki oleh kaum Muslim. Mereka masih sempat
merampas buku-buku dan berbagai manuskrip kuno yang merekam
perkembangan sains dan teknologi yang tersimpan di
perpustakan-perpustakaan milik kaum Muslim, meskipun sebagian besarnya
mereka bakar. Untuk mengetahui betapa hebatnya kemajuan sains dan teknologi
yang pernah dicapai oleh kaum Muslim pada masa pemerintahan para
khalifah Islam di masa lalu, perjalanan tarikh kali ini akan menguak
beberapa cabang sains dan teknologi.
A. Ilmu Bumi Pada masa pemerintahan
Khalifah Al-Makmun (paruh pertama abad IX M), Al-Khawarizmi dan 99
orang asistennya telah membuat
peta bumi sekaligus peta langit (peta bintang). Mereka berhasil
mengukur lingkaran bumi dengan tingkat akurasi yang amat tinggi dengan
dilandaskan pada pemahaman bahwa bumi itu bentuknya bulat. Kesimpulan
tersebut diperoleh setelah eksperimen sederhana dilakukan di dataran
Sinyar (dekat kota Palmyra). Dengan menggabungkan pengetahuan matematika
sederhana (sinus, cosinus dan tangent) dengan sudut jatuh sinar
matahari serta peredaran bumi dalam setahun, mereka menyimpulkan bahwa
derajat zawal = 56 2/3 mil atau 959 yard lebih panjang dari nilai yang
sebenarnya. Setelah diperoleh derajat zawal, mereka dapat menghitung
panjang keliling bumi, yaitu 20.000 mil, dan jari-jari bumi 6.500 mil.
Pada saat yang sama, bangsa Eropa masih yakin bahwa bumi itu datar,
hingga Columbus berhasil menginjakkan kakinya di benua Amerika, dan
membuktikan bahwa bumi itu bulat. Upaya para intelektual Muslim saat itu
untuk memetakan bumi—beserta informasi mengenai keadaan alam, hasil
bumi, dan barang tambangnya—telah dimulai pada abad ke-9 M. Al-Muqaddasi
(Abu ‘Abdillah) yang hidup pada tahun 985 M melakukan pengembaraan
panjang mendatangi berbagai negeri hingga 20 tahun lamanya. Tujuannya
adalah untuk menyusun ensiklopedia sederhana mengenai ilmu bumi. Ia
memberikan banyak informasi yang amat teliti tentang tempat-tempat yang
dikunjunginya. Sejak saat itu, mulailah berkembang upaya-upaya spesifik
yang akan melahirkan cabang ilmu historio topographical maupun
demografi. Di antara buku-buku ilmu bumi yang banyak tersebar saat itu
ada yang memfokuskan tentang sejumlah peraturan pos pada masa para
khalifah dan peraturan mengenai kharaj di masing-masing wilayah; ada
pula yang menggambarkan kondisi udara (tingkat hujan, kelembaban,
intensitas sinar matahari dsb), pertambangan/logam; dan sejenisnya. Pada
pertengahan abad ke-10 M, Al-Astakhri menerbitkan karyanya tentang ilmu
bumi negeri-negeri Islam yang disertai dengan peta berwarna yang
membedakan data potensi masing-masing negeri. Pada akhir abad ke-11 M,
Al-Biruni mengekspose bukunya tentang ilmu bumi Rusia dan Eropa Utara.
Ia adalah Abu Raihan Biruni yang lahir di negara bagian Khurasan. Ia
belajar ilmu pasti, astronomi, kedokteran, matematika, sejarah, serta
ilmu tentang bangsa India dan Yunani. Ia sering melakukan korespondensi
dengan Ibn Sina. Pertengahan abad ke-12 M, Al-Idrisi, seorang ahli ilmu
bumi dan pelukis peta, telah membuat peta langit dan bola bumi yang
berbentuk bulat. Kedua karyanya itu dibuat dari perak dan dihadiahkan
kepada Raja Roger II dari Sisilia. Namun demikian, hasil karya Al-Idrisi
yang amat terkenal adalah peta sungai Nil. Peta tersebut menjelaskan
asal sumbernya (hulu sungai) yang kemudian dijadikan acuan bagi
pengelana Eropa dalam menemukan hulu sungai Nil pada abad ke-19 M. Tahun
1290 M, Quthbuddin as-Syirazi, ahli ilmu bumi, berhasil membuat peta
Laut Mediterania, yang kemudian dihadiahkannya kepada Gubernur Persia
saat itu. Pada era yang sama, Yaqut ar-Rumi (1179-1229) menyusun
ensiklopedia ilmu bumi tebal yang terdiri dari 6 jilid. Ensiklopedia ini
dikemas dengan judul, Mu‘jam al-Buldân.
B. Ilmu Astronomi Khalifah
al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah memerintahkan
untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal dari India yang
berjudul Sidhanta. Penerjemahnya adalah al-Farabi (meninggal antara
796-806 M). Ia kemudian terkenal sebagai astronom pertama di dalam
sejarah Islam. Sepeninggal al-Farabi, direktur yang membidangi ilmu
astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan perjalanan
matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintang-bintang
tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil
menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak (rasi/letak) bintang. Ia
berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan persamaan
pangkat tiga (a qubic equation), yang oleh Archimides pernah
disinggung, tetapi tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling
masyhur dan tetap digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan
dan mulai digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan
desimal. Perlu diketahui bahwa bangsa Romawi, Yunani, maupun berbagai
peradaban sebelum Islam, penjumlahan maupun pengurangan, bahkan lambang
angka/bilangan belum mengenal angka nol. Pakar-pakar astronomi yang
pernah hidup pada masa itu, antara lain, adalah Ahmad Nihawand; Habsi
ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur (hidup antara 870-970 M);
an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan penulis beberapa buku
tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan laut; al-Majriti
(1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Ta‘dîl al-Kawâkib; az-Zarqali
(1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Arzachel;
Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium di kota
Maragha atas perintah Hulaghu. Az-Zarqali berhasil membeberkan kepada
dunia cara menentukan waktu dengan mengukur tinggi matahari. Ia adalah
orang pertama yang membuktikan gerak apogee matahari dibandingkan dengan
kedudukan bintang-bintang. Menurut perhitungannya, gerak itu besarnya
12,04 derajat. Bandingkan akurasinya dengan nilai sebenarnya yang
diperoleh saat ini, yaitu 11,8 derajat. Ibn Jaber al-Battani, yang
dikenal orang Eropa sebagai Al-Batanius (858-929 M), berhasil
mengembangkan beberapa penyelidikan yang pernah dilakukan oleh
Ptolomeus. Ia memperbaiki perhitungan-perhitungan mengenai waktu dan
jarak tempuh bulan maupun beberapa planet. Ia juga membuktikan
kemungkinan terjadinya gerhana matahari setiap tahun. Perhitungannya
yang teliti tentang besarnya kemiringan ekliptika, panjang tahun tropis,
waktu dan jarak tempuh matahari diakui oleh pakar-pakar astronomi. Pada
masa Bani Fatimiyah berkuasa, pakar astronom Muslim ternama, Ali ibn
Yunus (meninggal tahun 1009 M) mempersembahkan sebuah buku mengenai ilmu
astronomi kepada negara berjudul Al-Zij al-Kâbir al-Hâkimî. Manfaat
buku ini diakui oleh para pakar astronomi sehingga disalin ke bahasa
Persia oleh ‘Umar Khayyam. Umar Khayyam sendiri berhasil menyusun sistem
penanggalan yang lebih teliti dibandingkan dengan penanggalan
Gregorian, karena penyimpangannya hanya satu hari dalam 5000 tahun,
sedangkan penanggalan Gregorian penyimpangannya satu hari dalam 3300
tahun). Buku Ali ibn Yunus juga diterjemahkan ke dalam bahasa China oleh
Co Cheon King (tahun 1280 M). Pada masa yang sama, al-Biruni (1048 M)
memaparkan teorinya mengenai rotasi bumi, perhitungan serta penentuan
bujur dan lintang bumi dengan akurasi yang amat teliti.
C. Ilmu
Pasti/Matematika Bangsa Barat mengenal angka-angka Arab, atau biasa
disebut algoritma, dengan menisbatkannya kepada al-Khawarizmi, seorang
pakar matematika dan aljabar. Kata algoritma, yang disingkat menjadi
augrim, bersumber dari buku-buku al-Khawarizmi. Orang-orang Eropa saat
itu amat terpengaruh oleh teori-teorinya yang brilian. Hal itu tampak
dalam buku Karmen de Algorismo, karangan Alexander de Villa Die (tahun
1220 M), dan buku Algorismus Vulgaris, karangan John of Halifax (tahun
1250 M). Buku al-Khawarizmi yang paling masyhur adalah Hisâb al-Jabr wa
al-Muqâbalah. Gerald of Cremona menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa
Latin, yang edisi Inggrisnya berjudul The Mathematics of Integration and
Equations. Buku ini menjadi referensi utama di berbagai perguruan
tinggi Eropa hingga abad ke-16 M. Selain itu, al-Khawarizmi berhasil
mengembangkan perhitungan Platolemy dalam perhitungan busur dan ilmu
ukur sudut dengan mengetengahkan istilah sinus serta menyusun
penyelesaian yang sistematis dalam persaman pangkat dua. Ibn Ibrahim
al-Fazari mengembangkannya lebih lanjut hingga ke bentuk persamaan
pangkat tiga. Hal sama sebenarnya juga dilakukan dalam persamaan pangkat
tiga oleh Abu Ja’far al-Khazen (960 M). Hanya saja, ia lebih
memfokuskan penggunaan aljabar dalam ilmu ukur, dan ia adalah peletak
dasar bagi ilmu ukur analitis. Keahlian dalam aljabar yang digunakan
dalam ilmu ukur sudut didalami oleh Al-Battani (858-929 M). Dialah yang
menguraikan persamaan sin Q/cos Q = k. Ia pun menjabarkan lebih lanjut
formulasi cos a = cos b cos c + sin b sin c cos a pada sebuah segi tiga.
Abu al-Wafa (940-998 M) termasuk kelompok pertama pakar matematika yang
mengungkapkan teori sinus dalam kaitannya dengan segi tiga bola. Ia
orang pertama yang menggunakan istilah tangent, cotangent, secant, dan
cosecant dalam ilmu ukur sudut, yang sekaligus membuktikan adanya
hubungan di antara keenam unsur itu. Jabir ibn Aflah, yang dikenal oleh
bangsa Eropa dengan sebutan Geber (wafat tahun 1150 M), telah menulis
buku dalam ilmu astronomi sebanyak 9 jilid. Para pengkaji manuskrip kuno
menganggap bahwa bukunya merupakan pengembangan labih lanjut dari buku
Almagest-nya Platomeus. Jabir ibn Aflah adalah orang pertama yang
menyusun formulasi cos B = cos b sin A, cos C = cos A cos B pada sebuah
segi tiga, yang sudut C-nya siku-siku.
D. Ilmu Fisika Pencapaian kaum
Muslim dalam perkembangan ilmu fisika, sama pesatnya dengan perkembangan
yang diperoleh dalam ilmu pasti maupun ilmu kimia. Salah seorang pakar
ilmu fisika yang terkenal pada abad ke-9 M adalah al-Kindi. Ia
menguraikan hasil eksperimennya tentang cahaya. Karyanya tentang
fenomena optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, De Sspectibus, dan
memberikan pengaruh besar dalam proses pendidikan Roger Bacon. Di
samping itu, ada pula Ibn Haytham, yang di Barat lebih dikenal sebagai
Alhazen (965-1039 M). Ia bukan saja ahli dalam bidang ilmu pasti dan
filsafat, tetapi juga amat mumpuni dalam bidang ilmu optik dan
pencahayaan. Sebanyak 200 judul buku mengenai optik dan pencahayaan
dinisbatkan kepada Ibn Haytham. Teorinya yang amat terkenal adalah
tentang sumber cahaya yang menyebabkan benda dapat dilihat. Ditegaskan
juga bahwa cahaya itu bukan berasal dari mata yang melihat melainkan
dari benda tersebut. Teori ini jelas-jelas bertentangan dengan teori
Euclides dan Platomeus yang mengatakan bahwa benda dapat dilihat karena
mata yang bercahaya. Ibn Haytham juga menunjukkan tentang fenomena
refleksi dan refraksi cahaya. Ia juga membuktikan adanya perbedaan berat
jenis antara udara dengan benda-benda. Teorinya ini mendahului teori
yang sama yang dikeluarkan atas nama Torricelli jauh lima abad
sebelumnya. Ibn Haytham pula yang mulai melakukan eksperimen tentang
gravitasi bumi jauh sebelum Newton merumuskan teorinya tentang
gravitasi. Kepiawaian Ibn Haytham dalam ilmu optik membuatnya berhasil
menemukan lensa pembesar pertama. Padahal, lensa sejenis baru dapat
dibuat di Italia beberapa abad kemudian. Buku Ibn Haytham yang membahas
tentang optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1572 M.
Bukunya amat mempengaruhi para sarjana Eropa di abad pertengahan seperti
Keppler, Bacon, maupun Leonardo da Vinci. Pembahasan tentang mekanika
yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul, Kitâb fî Ma‘rifah, karya
al-Jazari (nama aslinya Badi’uz Zaman Ismail) muncul pada awal abad
ke-13 M. Di dalamnya diuraikan berbagai fenomena mekanika sederhana yang
menjadi dasar bagi para sarjana Eropa dalam menyusun ilmu mekanika
moderen.
E. Ilmu Sejarah Alam Tumbuhan maupun hewan tidak luput dari
sasaran pengkajian ilmiah para intelektual Muslim. Perkebunan (botanical
garden) yang sederhana dijadikan tempat untuk melakukan eksperimen. Hal
itu dijumpai di kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Cordova dan
lain-lain. Melalui eksperimennya, para intelektual Muslim berhasil
mengetahui perbedaan jenis tumbuh-tumbuhan, membagi tumbuhan berdasarkan
tempat asalnya, mempelajari bermacam-macam perbanyakan tumbuhan, dan
mulai menyusun klasifikasi tumbuhan secara sederhana. Pada abad ke-11 M,
pakar pertanian bernama Abu Zakaria Yahya menulis buku tentang
pertanian berjudul Kitâb al-Falahah. Langkahnya kemudian diikuti oleh
Abu Ja‘far al-Qurthubi (1165 M) yang menyusun buku yang berisi seluruh
jenis tumbuhan yang dijumpai di daerah Andalusia dan Afrika Utara.
Setiap jenis tumbuhan diberi nama Arab, Latin, dan Barbar. Periode ini
diikuti oleh Ibn Baythar (1248 M), yang melakukan ekseperimen tentang
rumput-rumputan dan berbagai jenis tumbuhan. Ia menyusun dua buah judul
buku hasil penyelidikannya. Salah satunya memuat keterangan rinci lebih
kurang 200 jenis tumbuhan. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
pada tahun 1759 M di Cremona. Kaum Muslim turut memberikan andil bagi
para pakar tumbuhan dan menyediakan informasi yang amat berguna mengenai
sekitar 2000 jenis tumbuh-tumbuhan yang sebelumnya belum dikenal. Pakar
zologi yang terkenal antara lain adalah al-Jahir. Ia menulis buku
berjudul Kitâb al-Hayawân. Di dalamnya dijelaskan anatomi sederhana,
makanan, kebiasaan hidup, serta manfaat yang diperoleh dari berbagai
jenis hewan. Di samping itu, terdapat pula ad-Damiri (1405 M), seorang
pakar zologi yang berasal dari Mesir.
F. Ilmu Kedokteran Perhatian kaum
Muslim terhadap ilmu kedokteran sudah ada sejak peradaban Islam
terbentuk di kota Madinah, ditambah lagi dengan kebutuhan yang dijumpai
setiap kali kaum Muslim melakukan jihad fi sabilillah. Ilmu kedokteran
termasuk cabang ilmu yang paling pesat perkembangannya di Dunia Islam
saat itu, karena manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat
luas. Wajar kalau Khalifah Harun ar-Rasyid (abad ke IX M) memberikan
perhatian yang amat besar dengan membuka fakultas khusus tentang ilmu
kedokteran di berbagai perguruan tinggi di kota Baghdad, lengkap dengan
rumah sakitnya. Seiring dengan perkembangannya, berbagai buku tentang
ilmu kedokteran pun mulai tersebar luas. Buku-buku tersebut di kemudian
hari disalin ke dalam bahasa Latin. Kemungkinan besar, buku kedokteran
pertama yang disusun oleh pakar kedokteran Muslim adalah Firdaus
al-Hikmah.
Buku tersebut ditulis pada tahun 850 M oleh Ali at-Tabari.
Pada saat yang sama, Ahmad ibn at-Tabari melakukan eksperimen pertama
tentang penyakit kurap. Ia termasuk pakar kedokteran pertama yang
berhasil menyingkap penyakit kulit tersebut. Di kota Baghdad, muncul
pula pakar kedokteran bernama Abubakar Muhammad ibn Zakaria. Ia dikenal
dengan ar-Razi (864-932 M). karangan-karangannya tergolong sebagai
encyclopedia karena tebal dan banyaknya. Untuk bidang kedokteran saja,
ia menyusun sekitar 200 judul buku. Prestasinya yang hebat dipandang
oleh sebagian orientalis melebihi prestasi Galinus, seorang filosof
Yunani terkenal.
Di antara bukunya yang terkenal adalah Al-Manshûri.
Buku tersebut terdiri dari 10 jilid dan telah disalin ke dalam bahasa
Latin (di kota Milano) pada akhir abad ke-15 M. Bukunya yang lain adalah
Al-Judari wa al-Hasbah. Buku tersebut mengupas tentang penyakit cacar
dan campak. Buku ini tergolong sebagai buku pertama yang membahas
penyakit cacar dan campak serta penjelasan mengenai cara-cara pencegahan
dan pengobatannya. Buku ini telah disalin ke dalam bahasa Latin tahun
1565 M. Buku lainnya adalah Al-Hawi yang terdiri dari 20 jilid. Buku ini
memaparkan sejarah dan mengumpulkan berbagai penemuan di bidang
kedokteran yang pernah dijumpai dalam peradaban Yunani, Persia, India,
dan hasil analisis sang penyusunnya sendiri. Tahun 1279 M, buku ini
disalin di Sisilia ke dalam bahasa Latin dan dicetak tahun 1486 M. Ali
ibn ‘Abbas (994 M) menyusun buku berjudul Kitâb al-Mâlik. Buku ini
mengupas tentang masalah gizi dan pengobatan dengan menggunakan
rempah-rempah. Ia juga menyusun buku lainnya yang memaparkan tentang
sistem peredaran darah di dalam pembuluh, kehamilan dan persalinan, dan
banyak lagi yang lain. Dalam spesialisasi penyakit mata, terdapat
nama-nama seperti al-Haysam (965 M), Ali al-Baghdadi, ‘Ammar al-Moseli
(yang menulis buku Al-Muntakhah fî al-‘Ilâj al-‘Ayn).
Buku-buku mereka
mereka telah disalin ke dalam bahasa Latin dan dicetak berulang-ulang
bagi mahasiswa kedokteran Eropa pada abad pertengahan. Pakar farmasi
(obat-obatan) yang terkenal di Dunia Islam adalah Ibn Bayhthar
ad-Dimasyqi (1197-1248 M) yang menyusun buku Al-Adwiyah al-Mufradah.
Buku tersebut berisi kumpulan berbagai resep obatan-obatan. Penulisnya
menjadi peletak dasar ilmu farmasi. Sedemikian besar manfaatnya di
Eropa, buku ini sempat dicetak ulang sebanyak 23 kali pada abad ke-15 M
dan diberi judul Simplicibus. Spesialis bedah yang terkenal adalah Ibn
Qasim az-Zahrawi al-Qurthubi (lahir 1009 M). Ia menyusun buku berjudul
At-Tashrîh. Beberapa bagian buku ini disalin oleh Gerald of Cremona pada
abad ke-16 M ke dalam bahasa latin. Hingga abad ke-18 M, buku ini
dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi kedokteran Eropa,
terutama ilmu bedah. Di dalam buku itu juga dijelaskan jenis-jenis dan
penggunaan alat bedah, perlakuan pasca bedah yang mencakup sterilisasi
luka, dan sejenisnya. Menyinggung perkembangan ilmu kedokteran Islam,
tidak lengkap tanpa menyebut Ibn Sina (1037 M).
Bukunya yang terkenal
adalah Al-Qânûn fî ath-Thibb yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu
kedokteran dan ilmu bedah terlengkap pada zamannya. Selama kurun waktu
abad ke-12 sampai abad ke-14 M, buku ini dijadikan referensi utama pada
fakultas kedokteran di berbagai perguruan tinggi Eropa. Sejak abad ke-15
M, buku ini telah dicetak ulang sebanyak 15 kali, bahkan beberapa
bagian buku tersebut masih dicetak tahun 1930 di kota London. Sedemikian
terkesannya orang-orang Eropa terhadap buku-buku dan prestasi Ibn Sina
hingga Encyclopedia Britannica mengutip ucapan salah seorang orientalis
Sir Thomas Clifford yang berkata, “Orang-orang Eropa berpendapat bahwa
karya-karya Ibn Sina dalam ilmu kedokteran telah menenggelamkan
karya-karya lain seperti karya Hypocrates, bahkan karya Galinus sekali
pun.” Selain itu terdapat juga spesialis ilmu tulang dan mikrobiologi,
seperti Ibn Zuhr (1162 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Avenzoar.
Bukunya yang terkenal adalah At-Taysîr fî Mudâwah wa at-Tadbîr. Ibn
Rusyd—seorang dokter, penulis buku Al-Kulliyât fî ath-Thibb, sekaligus
seorang faqih penulis buku Bidâyah al-Mujtahid—berkomentar bahwa Ibn
Zuhr adalah seorang pakar kedokteran Islam yang paling besar. Sejarah
Islam juga dipenuhi degan pakar kedokteran lain yang memiliki
spesialisasi di bidang epidemi dan kesehatan lingkungan, seperti
Lisanuddin ibn al-Khatib (1313-1374 M) yang menyusun kitab tentang
penularan penyakit.
Ia mengikuti jejak dari Ibn Jazlah (110 M), yang di
Eropa lebih dikenal dengan sebutan Ben Gesla. Ia menyingkap tentang
periodisasi dan jadwal berbagai penyakit dengan memperhitungkan cuaca.
Ia juga menentukan obat-obatan bagi masing-masing penyakit yang
dianalisisnya. Bukunya telah disalin dan dicetak di Tassburg tahun 1532
M. Perhatian para khalifah dan kaum Muslim terhadap kesehatan dan ilmu
kedokteran direalisasikan dengan dibukanya poliklinik harian dan
poliklinik keliling. Para dokter yang bertugas di situ bertugas bukan
saja membuka pelayanan umum bagi masyarakat, tetapi juga bagi
orang-orang sakit yang ada di lembaga pemasyarakatan.
Sistem pemeriksaan
secara periodik bagi para pegawai yang memperoleh beban tugas tertentu
dan membutuhkan kriteria kesehatan yang amat ketat merupakan prosedur
rutin yang sudah dilakukan oleh kaum Muslim. Pada saat yang sama, di
Eropa terdapat kepercayaan bahwa mandi itu dapat mengakibatkan penyakit
tertentu, dan penggunan sabun sebagai alat pembersih sangat berbahaya
bagi mereka. Tidak pelak lagi, pencapaian sains dan teknologi yang amat
tinggi, yang tidak pernah dicapai oleh umat manusia pada masa
sebelumnya, adalah berkat diterapkannya Islam sebagai sebuah sistem
hidup dan ideology. Benar kiranya pernyatan salah seorang intelektual
Muslim dari Mesir, Syekh Syaqib Arselan, yang mengatakan bahwa
orang-orang Barat maju karena meninggalkan agamanya, dan kaum Muslim
mundur karena meninggalkan agamanya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Makalah Teknologi
dengan judul Makalah Sejarah Sains Dan Teknologi . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://tercerdas.blogspot.com/2012/11/makalah-sejarah-sains-dan-teknologi.html. Terima kasih!